Wednesday, August 31, 2005

Hari ke 6: KEHIDUPAN ADALAH SUATU PENUGASAN SEMENTARA

Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku!
(Mazmur 39:5)

Hanya untuk sementara aku tinggal di dunia.
Mazmur 119:19


Kehidupan di bumi adalah suatu penugasan sementara.
Alkitab penuh dengan metafora yang mengajarkan tentang sifat kehidupan di muka bumi, yaitu bersifat singkat, sementara, dan fana. Kehidupan digambarkan seperti kabut, pelari cepat, nafas, dan segumpal asap. Alkitab berkata, "Sebab kita, anak-anak kemarin... hari-hari kita seperti bayang-bayang di bumi."

Untuk memanfaatkan kehidupan anda secara maksimal, anda jangan pernah melupakan dua kebenaran: pertama, dibandingkan dengan kekekalan, kehidupan amatlah singkat. Kedua, bumi hanyalah tempat kediaman sementara. Anda tidak akan lama berada di sini, jadi jangan terlalu terikat pada bumi. Mintalah agar Allah membantu anda melihat kehidupan di bumi sebagaimana Dia melihatnya. Daud berdoa, "TUHAN, tolong aku untuk menyadari betapa singkatnya hidupku di dunia ini! Tolong aku untuk mengetahui bahwa waktuku disini hampir habis!"

Berulang-ulang alkitab membandingkan kehidupan di bumi dengan kehidupan sementara di sebuah negeri asing. Bumi bukanlah rumah tetap atau tujuan akhir anda. Anda hanya lewat, hanya berkunjung ke bumi. Alkitab menggunakan istilah-istilah seperti [i]orang asing, peziarah, pendatang, pengunjung, dan musafir untuk menggambarkan kediaman kita yang singkat di bumi. Daud berkata, "Aku ini orang asing di dunia" dan Petrus menjelaskan, "Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, ... maka hendaklah kami hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini".

Di Kalifornia, di mana saya tinggal, banyak orang pindah dari bagian lain dunia untuk bekerja di sini, tetapi mereka mempertahankan kewarganegaraan semula mereka. Mereka diwajibkan untuk membawa kartu pendaftaran pengunjung (disebut "green card"), yang memungkinkan mereka bekerja di sini sekalipun mereka bukan warganegara. Orang-orang Kristen seharusnya membawa green card rohani untuk mengingatkan kita bahwa kewarganegaraan kita adalah di surga. Allah berkata bahwa anak-anak-Nya harus berpikir tentang kehidupan secara berbeda dengan orang-orang yang tidak percaya. "Yang mereka pikirkan hanyalah kehidupan di dunia ini. Padahal tanah air kita adalah surga, yaitu bersama dengan Juruselamat kita Tuhan Yesus Kristus." Orang-orang percaya sejati memahami bahwa kehidupan memiliki nilai jauh lebih besar daripada sekadar beberapa tahun hidup kita di planet ini.

Identitas anda ada di dalam kekekalan, dan tanah air anda adalah surga. Bila anda memahami kebenaran ini, anda akan berhenti cemas memikirkan soal "memiliki semuanya" di bumi. Allah berbicara dengan sangat jelas tentang bahayanya jika kita hidup demi waktu sekarang dan jika kita memakai nilai-nilai, prioritas-prioritas dan gaya hidup dunia sekeliling kita. Bila kita bermain-main dengan percobaan-percobaan dunia ini, Allah menyebutnya perzinahan rohani. Alkitab berkata, "Kamu tidak setia kepada Allah. Jika kamu hanya mau mengikuti kehendakmu sendiri, bermain-main dengan dunia setiap ada kesempatan, maka kamu akhirnya menjadi musuh Allah dan orang yang melawan kehendak-Nya"

Bayangkan anda diminta oleh negara anda untuk menjadi duta besar di sebuah negara musuh. Anda mungkin harus belajar bahasa yang baru dan menyesuaikan diri dengan beberapa kebiasaan dan perbedaan budaya agar bisa berlaku sopan dan bisa menyelesaikan misi anda. Sebagai seorang duta besar, anda tidak akan mampu mengisolasi diri dari musuh. Untuk menyelesaikan misi anda, anda tentu harus memiliki kontak dan berhubungan dengan mereka.

Tetapi seandainya anda menjadi begitu nyaman dengan negara asing ini sehingga anda jatuh cinta padanya, dan lebih menyukainya ketimbang tanah air anda. Kesetiaan dan komitmen anda akan berubah. Peran anda sebagai seorang duta besar akan membahayakan. Bukannya mewakili negara asal anda, anda akan memulai bertindak seperti musuh. Anda akan menjadi penghianat.

Alkitab berkata, "Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus" Yang menyedihkan, banyak orang Kristen telah menghianati Raja mereka dan kerajaan-Nya. Mereka dengan bodohnya menyimpulkan bahwa karena mereka hidup di bumi, maka bumilah rumah mereka. Padahal bukan. Alkitab dengan jelas berkata: "Saudara-saudaraku, dunia ini bukan rumahmu, karena itu jangan membuat dirimu betah di dalamnya. Jangan menurutkan keinginanmu sendiri dengan mengorbankan nyawamu" Allah memperingatkan kita untuk tidak terlalu terikat pada apa yang ada di sekeliling kita karena semua itu bersifat sementara. Kita diberi tahu, "Pendeknya orang-orang yang mempergunakan barang-barang duniawi seolah-olah sama sekali tidak mempergunakannya. Sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu."

Dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya, kehidupan sekarang paling enak bagi sebagian besar dunia barat. Kita terus menerus dihibur disenangkan, dan dipuaskan. Dengan segala pertunjukan yang menawan, media yang menarik perhatian, dan pengalaman-pengalaman yang nikmat yang tersedia sekarang, mudah bagi kita untuk melupakan bahwa pengejaran kebahagiaan bukanlah tujuan kehidupan. Hanya jika kita ingat bahwa kehidupan adalah suatu ujian, suatu kepercayaan, dan suatu penugasan sementara, barulah pesona dari hal-hal tersebut kehilangan kekuasaannya atas kehidupan kita. Kita sedang bersiap-siap untuk menghadapi sesuatu yang lebih baik. "Hal-hal yang kita lihat sekarang, hari ini ada, esok sudah lenyap. Tetapi hal-hal yang tidak dapat kita lihat sekarang akan ada selamanya."

Fakta bahwa bumi bukanlah rumah terakhir kita memperjelas mengapa, sebagai pengikut-pengikut Yesus, kita mengalami kesulitan, penderitaan dan penolakan di dalam dunia ini. Hal tersebut juga menjelaskan, mengapa beberapa janji Allah tampaknya tidak digenapi, beberapa doa tampaknya tidak dijawab, dan beberapa keadaan tampaknya tidak adil. Ini bukanlah akhir kisah.

Untuk menjaga agar kita tidak menjadi terlalu terikat pada dunia, Allah membiarkan kita merasakan cukup banyak kesedihan dan ketidakpuasan di dalam kehidupan, yakni keinginan-keinginan yang tidak pernah akan terpenuhi di sisi ini dari kekekalan. Kita tidak benar-benar bahagia di sini karena seharusnya memang tidak! Bumi bukanlah rumah terakhir kita; kita diciptakan untuk sesuatu yang jauh lebih baik.

Seekor ikan tidak pernah bahagia hidup di daratan, karena ikan dijadikan untuk di air. Seekor elang tidak pernah bisa merasa puas jika hewan itu tidak dibolehkan terbang. Anda tidak akan pernah merasa benar-benar puas di bumi, karena anda dijadikan untuk sesuatu yang lebih dari itu. Anda akan memiliki saat-saat bahagia di sini, tetapi tidak ada yang sebanding dengan apa yang Allah telah rencanakan bagi anda.

Menyadari bahwa kehidupan di bumi hanyalah suatu penugasan sementara seharusnya mengubah nilai-nilai anda secara radikal. Nilai-nilai kekal, dan bukan nilai-nilai sementara, yang seharusnya menjadi faktor-faktor penentu bagi keputusan-keputusan anda. Seperti pandangan C.S. Lewis, "Segala hal yang tidak kekal tidak berguna secara kekal." Alkita berkata, "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tidak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tidak kelihatan adalah kekal."

Mengira bahwa tujuan Allah bagi kehidupan anda adalah kekayaan materi atau keberhasilan populer sebagaimana yang didefinisikan oleh dunia adalah salah besar. Kehidupan yang berkelimpahan tidak ada kaitannya dengan kelimpahan materi, dan kesetiaan pada Allah tidak menjamin keberhasilan dalam karier dan bahkan dalam pelayanan. Jangan pernah memusatkan perhatian pada mahkota-mahkota yang sementara.

Paulus setia, tetapi dia berakhir di penjara. Yohanes pembabtis setia, tetapi dia dipenggal. Jutaan orang yang setia mati sebagai martir, kehilangan segalanya, atau mencapai ajal tanpa ada hasil apapun. Tetapi akhir kehidupan bukanlah akhirnya!

Bagi Allah, pahlawan-pahlawan iman yang paling besar bukanlah orang-orang yang mencapai kemakmuran, keberhasilan, dan kuasa di dalam kehidupan ini, melainkan orang-orang yang memperlakukan kehidupan ini sebagai suatu penugasan sementara dan melayani dengan setia, sambil mengharapkan upah yang dijanjikan kepada mereka di kekekalan. Alkitab mengatakan tentang ruang kemasyhuran Allah: "Semua orang itu tetap beriman sampai mati. Mereka tidak menerima hal-hal yang dijanjikan oleh Allah, tetap hanya melihat dan menyambutnya dari jauh. Dan dengan itu mereka menyatakan bahwa mereka hanyalah orang asing dan perantau di bumi ini... mereka merindukan sebuah negeri yang lebih baik, yaitu negeri yang di surga. Itulah sebabnya Allah tidak malu kalau mereka menyebut Dia Allah mereka." Masa hidup anda di bumi bukanlah kisah lengkap kehidupan anda. Anda harus menanti sampai surga baru bisa melihat sisa bab-bab itu. Dibutuhkan iman untuk hidup di bumi sebagai orang asing.

Sebuah kisah lama sering diceritakan ulang mengenai seseorang misionaris yang pensiun dan pulang ke Amerika sekapal dengan presiden Amerika Serikat. Kerumunan orang yang bersorak, band militer, karpet merah, bendera-bendera, dan media menyambut pulangnya presiden mereka, tetapi sang misionaris pergi diam-diam dari kapal tersebut tanpa diperhatikan. Dengan perasaan kasihan pada diri sendiri dan marah, dia mulai mengeluh kepada Allah. Kemudian Allah dengan lembut mengingatkan, "Tetapi anakKu, kau belum pulang."

Sebelum berada dua detik berada di surga anda sudah akan berseru, "Mengapa aku begitu mementingkan hal-hal yang bersifat begitu sementara? Apa yang sedang aku pikirkan? Mengapa aku menyia-nyiakan begitu banyak waktu, tenaga, dan perhatian pada apa yang tidak akan bertahan untuk selamanya?"

Ketika kehidupan menjadi sulit, ketika anda diliputi oleh keraguan, atau ketika anda bertanya-tanya dalam hati apakah hidup bagi Kristus layak diperjuangkan, ingatlah bahwa anda belum pulang. Saat kematian, anda bukan meninggalkan rumah, anda justru pulang.

2 comments:

Reqiyaqereh said...

Kalau memang TUHAN sudah memberi hidup yang berkelimpahan bukan materi, buat apa anda menghabiskan waktu dan berpuluh-puluh kalimat hiburan tentang surga? Bukankah ini secara implisit mengakui bahwa para pencari surga sebenarnya tidak yakin akan hidup materi mereka; misalnya kesehatan,masa tua,kebersamaan teman dsb....Baca cerita saya tentang TUHAN yang MATERIALISTIS di //jesurevolusioner.blogspot.com

Anastasia said...

Pulang